Tuesday, July 3, 2018

KEPEMIMPINAN DI ERA DIGITAL

KEPEMIMPINAN DI ERA DIGITAL

     Transformasi pemerintahan manual ke pemerintahan elektronik atau yang lebih di kenal dengan istilah e-governmentyang berbasis tekhnologi dan informasi, merupakan suatu perubahan kedalam wajah pemerintahan hari ini. Globalisasi yang melanda dunia turut mencetuskan adanya transformasi pemerintahan tersebut, sebagai upaya mendorong keterlibatan partisipasi rakyat secara massif dalam mekanisme demokrasi. Disamping itu, tuntutan perubahan gaya hidup dan perkembangan manusia didalam pemenuhan kebutuhannya di era globalisasi itu, juga turut memunculkan ide perlu adanya suatu pemerintahan yang efektif dan efisien dalam melayani rakyatnya selama dua puluh empat jam nonstop dimanapun dan kapanpun, tanpa adanya penghalang.
     E-government kemudian menjadi konsep masa depan pemerintahan dimana ilmu pengetahuan menjadi suatu pijakan untuk mendirikannya dengan di topang oleh tekhnologi dan informasi. Ada sumber kekuasaan baru disini bagi langgengnya kekuasaan itu sendiri, yaitu tekhnologi dan informasi. Secara politis, tekhnologi dan informasi adalah sarana dan kanal penyaluran energi kekuasaan kepada yang dikuasainya, apakah itu digunakan untuk mendapatkan legitimasi, menyebarkan pengaruh, ataupun digunakan untuk mengatur strategi dan kebijakan yang akan dikeluarkannya.
     Wajah pemerintahan dalam hal ini pun menjadi terbelah, yaitu wajah pemerintahan yang dihadapkan kepada pemerintahan itu sendiri maupun antar pemerintahan, wajah pemerintahan kepada masyarakatnya, dan wajah pemerintahan kepada pasar. Ketiga wajah pemerintahan tersebut menuntut sinergi kepemimpinan yang menggerakkannya. Sebab tanpa adanya sinergi dengan kepemimpinan, ketiga wajah pemerintahan tersebut tidak akan menghadirkan suatu wajah pemerintahan yang ramah dihadapkan dengan siapapun, dan hanya menjadi topeng pajangan pada cetak biru pelaksanaan e-government bagi pemerintahan daerah, dimana Indonesia telah mengundangkannya melalui Instruksi Presiden No. 3 Tahun 2003 Tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan E-Government.
     Pada wajah pemerintahan kepada pemerintahan, kepemimpinan dalam kerangka e-government dituntut untuk dapat melakukan koordinasi lintas sektoral kedalam secara otomatis, efektif dan efisien, tanpa harus terkendala jarak, fisik. Selain itu juga dituntut untuk memiliki design visi dan misi serta skill manajerial yang memadai untuk menakhodai jalannya pemerintahan berhadapan dengan perubahan ekologi yang tidak semata-mata menekankan unsur kepemimpinan politis. Pada wajah pemerintah kepada pasar, kepemimpinan dalam kerangka e-government, dituntut untuk menyediakan layanan yang dapat mengakomodasi perkembangan bisnis skala lokal maupun internasional, bagaimana kepemimpinan dapat membuka diri dengan berbagai macam pengetahuan, interaksi, dan koneksi. Pada wajah pemerintah kepada masyarakat, kepemimpinan di tuntut untuk dapat melibatkan partisipasi rakyatnya di segala bidang, dan bagaimana mengelola feedback, dukungan serta kritik terhadapnya menjadi sesuatu yang bermanfaat. Disamping itu juga berguna untuk mendekatkan pemimpin kepada rakyat pada tahap-tahap pelayanan yang memberdayakan, dimana transparansi, tanggung jawab, respon pemimpin di pertaruhkan secara rasional.


     Untuk itulah, sinergi kepemimpinan dengan e-government, merupakan wujud bahwa keinginan untuk menegakkan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik menjadi suatu keniscayaan dimana sistem demokrasi menopangnya. Kemauan politik pemimpin dalam hal ini diuji, apakah e-government merupakan visi dan misi kepemimpinannya terhadap masa depan pemerintahan dan rakyatnya. Disamping itu juga adalah sebagai ukuran, apakah kepemimpinan tersebut menghargai ilmu pengetahuan dan memanfaatkan perkembangan tekhnologi dan informasi bagi kemashlahatan masyarakat banyak serta eksistensi pemerintahannya di tengah tantangan global yang telah berhasil menghilangkan sekat-sekat geografis beserta kedaulatan wilayah, juga identitas yang muncul dalam skala lokal kewilayahan tersebut.
     Tekhnologi dan informasi memberikan wadah bagi semangat kepemimpinan yang otomatis, fleksibel, memiliki daya adaptasi tinggi, kreatif, inovatif, independen, energik, cerdas, dapat di jangkau, memiliki solusi terhadap segala permasalahan yang timbul, bervisi kedepan. Kepemimpinan dalam wadah ini adalah kepemimpinan yang khas dikemas dalam era digital, dimana pemimpin merupakan sesuatu yang praktis dibawa kemanapun, apakah kehadirannya secara fisik ada atau tidak bukan menjadi suatu pengaruh, tetapi yang terpenting pemimpin itu sendiri dapat mengembangkan pengaruhnya dalam jarak dekat atau jauh, hadir atau tidak hadir kepada yang dipimpinnya untuk dapat menjabarkan dan melaksanakan perintahnya, prinsip-prinsipnya dan konsep-konsep kepemimpinannya sesuai dengan apa yang dikehendakinya atau yang telah disepakati secara bersama.
     Hal ini berbeda dengan kepemimpinan manual dan berdasarkan tradisi kuno, dimana pemimpin diukur dari mutlaknya kehadirannya, begitu juga pengaruhnya akan sangat terasa jika dia hadir, tetapi berkurang atau tidak sama sekali jika dia tidak hadir. Pemimpin model ini akan sangat bergantung dan menuntut kepada yang dipimpinnya. Kritik, masalah, akan dianggap sebagai pengganggu keseimbangannya dan selalu dipertanyakan sebagai upaya untuk mendeskreditkan legitimasinya. Hal ini akan sangat tidak praktis manakala, permasalahan yang dihadapinya adalah permasalahan manajerial yang menuntut penyelesaian manajerial, bukan politis. Visi dan misi kepemimpinannya adalah untuk melanggengkan status quonya, bukan untuk memajukan lembaga serta yang di pimpinnya. Lebih menyedihkan adalah kepemimpinan model ini jauh dari kreatif dan inovatif, serta tidak memiliki design pemikiran yang faktual terhadap kondisi lingkungannya kedalam maupun keluar.
     Kepemimpinan di era digital hadir bersama ideologi massa dan tekhnologi informasi yang mendukungnya. Demokrasi dalam hal ini menjadikan kepemimpina di era digital sebagai wadah bagi popularitas kepemimpinan itu sendiri, dan rasionalisasinya di tangan subkultur kekuasaan yang cenderung berpola integral terhadap budaya popular dan kebutuhan orang banyak. Adaptasi kepemimpinan di era digital adalah adaptasi mekanis dan tekhnik, dimana pendekatan kemanusiaan diambil untuk dapat lebih memahami perilaku bagi terciptanya tekhnologi kepemimpinan itu sendiri guna mendapatkan informasi signifikan menjalankan kepemimpinannya di segala lini. Selamat datang kepemimpinan di era digital, dimana kecerdasan merupakan suatu aspek face to face tekhnologi informasi. 

PEMIMPIN DALAM TRANSFORMASI BUDAYA 

     Kepemimpinan transformasi merupakan gaya kepemimpinan yang menginspirasi dan memberdayakan individu, kelompok dan organisasi dengan cara mentransformasi paradigma dan nilai-nilai organisasi menuju kemandirian. Untuk mentransformasi paradigma dan nilai-nilai tersebut diperlukan pemimpin yang teladan dan mampu membangun optimisme dan percaya diri para pengikutnya.
     Pencapaian tujuan merupakan fokus utama dalam berorganisasi. Namun pada praktiknya, tidak selamanya tujuan tersebut dapat dicapai dengan mulus, bahkan banyak organisasi bisnis yang gulung tikar akibat berbagai kesulitan yang dihadapi, seperti kesulitan keuangan, pemasaran, pertumbuhan, persaingan, dan kesulitan penting lainnya. Masalah tesebut akan menjadi semakin kompleks manakala tidak segera diatasi. Begitu pula terjadi pada organisasi pemerintah yang sering dijumpai kegagalan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, yang selanjutnya memicu masyarakat untuk menyampaikan ketidak puasannya dengan cara-cara yang tidak elegan. Berbagai gaya kepemimpina telah diterapkan namun oleh karena perubahan lingkungan yang cepat seperti perubahan teknologi komunikasi dan berkembangnya paradigma masyarakat, menuntut diterapkannya gaya kepemimpinan yang sesuai dengan perubahan tersebut. Salah satu pilihan untuk menyelesaikan masalah kompleks tersebut adalah dengan menggunakan pendekatan kepemimpinan transformasi.
     Kepemimpinan transformasi merupakan kemampuan kepemimpinan yang komprehensif dan terpadu yang diperlukan bagi individu, kelompok, maupun organisasi untuk menghasilkan transformasi yang ditandai dengan perubahan pada setiap tahapan kegiatan (Hacker & Robberts: 2004). Sedangkan esensi kepemimpinan transformasi tampak pada proses menginspirasi, mengembangkan, dan memberdayakan pengikutnya. (Yulk: 2010). Dengan demikian kepemimpinan transformasinal merupakan proses menginspirasi dan memberdayakan individu, kelompok dan organisasi. Akhir-akhir ini, kepemimpinan transformasi dikembangkan untuk menghadapi perubahan pada masa yang akan datang dengan cara mentransformasi paradigma dan nilai-nilai individu dalam organisasi untuk mendukung tercapainya tujuan dan visi organisasi. Istilah kepemimpinan transformasi semula dimunculkan oleh Downton pada tahun 1973 dan dikembangkan oleh seorang sosiolog di bidang politik, MacGregor Burns pada tahun 1978 (Northouse: 2010). Dalam penelitiannya Burn menghubungkan antara peran kepemimpinan dengan peran kepengikutan. Burn menyatakan bahwa tugas pemimpin adalah mendorong semangat pengikutnya untuk mencapai tujuan bersama. Bernard M, & Ronald E: 2006 menyatakan bahwa Kepemimpinan transformasi diperlukan, mungkin karena kepemimpinan transformasi menekankan pada motivasi intrinsik dan juga menekankan pengembangan para pengikut. Pernyataan ini, walaupun terdapat kata “mungkin” dapat menguatkan bahwa memberikan motivasi kepada para pengikutnya merupakan salah satu ciri kepemimpinan transfomasional. Sedangkan aspek-aspek kepemimpinan transformasi lainnya adalah:

1. Kepemimpinan transformasi muncul pada waktu orang-orang dalam organisasi (pemimpin dan pengikutnya) menginginkan untuk meningkatkan motivasi dan moralitas yang tinggi. Kondisi ini dapat muncul pada organisasi bisnis manakala organisasi tersebut sedang menghadapi pesaing atau banyaknya ketidak puasan pelanggan. Dalam organisasi pemerintah dapat muncul pada saat kritik dari masyarakat meningkat.

2. Kepemimpinan transformasi berusaha untuk memotivasi dan menginspirasi orang-orang sekitarnya dengan cara menjelaskan bahwa pekerjaan mereka penting dan penuh tantangan. Cara memotivasi dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan misalnya dengan pendekatan teori kebutuhan, yaiu memenuhi kebutuhan utama para pengikutnya seperti kebutuhan fisik, keamanan, sosial, penghargaan, dan aktualisasi diri. Atau dengan cara menciptakan keadilan yang dituangkan dalam sistem permanen, dan memberikan kesempatan untuk memberikan kontribusinya dalam memajukan organisasi. Sedangkan untuk membangkitkan inspirasi dapat dilakukan dengan mengevaluasi atas kegagalan dan keberhasilan yang telah dicapai, mendorong terjadinya proses pembelajaran seperti diskusi, membaca, studi banding dan sebagainya.

3. Kepemimpinan transformasi mampu mengurangi ketergantungan para pengikut terhadap pemimpinnya, dengan cara mendelegasikan kewenangan, mengembangkan kemampuan, dan meningkatkan rasa percaya diri para pengikutnya, mendorong untuk mengatur sendiri kerja tim, melengkapi akses langsung utuk memperoleh informasi, menghilangkan fungsi kontrol yang tidak perlu, dan menciptakan budaya kerja yang kuat untuk pemberdayaan. Tentunya dalam mengurangi ketergantungan perlu diperhatikan pula kematangan dari para pengikut. Pengikut yang telah matang dan dewasa dalam arti telah memiliki kemampuan kerja yang memadai dan perilaku yang baik akan lebih tepat untuk diberikan delegasi wewenang dan kesempatan mengembangkan diri secara luas. Pendelegasian wewenang dapat mendorong inisiatif para pengikut untuk menciptakan perubahan. Kesalahan-kesalahan kecil dan tidak signifikan bukan merupakan kesengajaan, tetapi merupakan semangat untuk berani mencoba, misalnya mencoba cara-cara kerja baru.

4. Kepemimpinan transformasi mengembangkan pemikiran visioner, seperti dalam pengembangan organisasi dan dalam mengatasi permasalahan yang tidak dapat diselesaikan secara terstruktur, seperti dalam keadaan krisis. Dalam keadaan krisis diperlukan pemikiran “out of the box”, oleh karena pada umumnya sistem yang diciptakan dirancang untuk mengatur hal-hal yang rutin.

5. Kepemimpinan transformasi lebih mengembangkan cara kerja kolaboratif ketimbang cara kerja hierarkis, dengan melalui pembelajaran individual maupun pembelajaran organisasi. Kerja kolaboratif akan memperoleh hasil yang sinergis, yaitu hasil yang lebih besar dari pada penjumlahan hasil kerja individu”. Sedangkan cara kerja hierarkis terkadang harus melalui proses yang cukup panjang dan memakan waktu lama, dan kadang kala hanya untuk memenuhi kepentingan formal dan kurang memperhatikan pertanggung jawaban substansi dan rasional.

6. Kepemimpinan transformasi meningkatkan pemberdayaan pengikut sehingga cocok untuk menghadapi perkembangan situasi dan lingkungan yang berpengaruh terhadap organisasi.
 
     Pernyataan tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa aspek kepemimpinan transformasi meliputi memotivasi, menginspirasi, mendorong inisiatif, mengurangi ketergantungan/meningkatkan kemandirian, mendorong berfikir organisatoris dan kolaboratif, mempromosikan pemberdayaan. Untuk dapat menciptakan kondisi tersebut berikut ditawarkan kiat-kiat dalam kepemimpinan transformasi.
Mengkomunikasikan visi dengan jelas. 
     Pemimpin transformasi harus menyampaikan visi organisasi secara jelas dan terbuka, dan meyakinkan setiap anggota organisasi bahwa bekerja dengan berorientasi pada pencapaian visi organisasi akan membawa sukses. Dalam mengkomunikasikan visi hendaknya dijelaskan manfaat yang akan diperoleh bagi organsasi maupun individu, misalnya akan diperoleh kemampuan organisasi dalam menghadapi persaingan sehingga menjadi organisasi yang maju (leading organization), menciptakan lingkungan kerja yang kondusif dan meningkatkan kesejahteraan dan kepuasan kerja pegawai. Pernyataan visi mengandung unsur kualitas yang akan dicapai, sehingga apabila seorang pemimpin berhasil dalam mengkomunikasikan dan menginternalisasi visi organisasi kepada semua tingkatan, dari pegawai terendah sampai pejabat tertinggi, maka mereka akan bekerja dengan mengutamakan kualitas. Misalnya seorang cleaning service akan membersihkan kantor dan peralatannya dengan standar kualitas yang tinggi, begitu pula para pemimpin puncak dalam melaksanakan tugas konseptualnya seperti dalam pengambilan keputusan. Sukses tidaknya dalam penyampaian visi ini merupakan tanggung jawab pemimpin. Oleh karena itu pemimpin transformasi haruslah terlebih dahulu dapat meyakinkan dirinya sendiri bahwa visi organisasi yang telah ditetapkan merupakan visi yang baik dan benar sehingga akan membawa organisasi menjadi organisasi yang berhasil. Keyakinan terhadap visi tersebut merupakan modal utama bagi seorang pemimpin yang akan menyampaikan visi organisasi kepada pengikutnya. Dapat dibayangkan apa yang akan terjadi jika seorang pemimpin yang mengkomunikasikan visi tidak yakin terhadap visi yang sedang dikomunikasikan. Jika hal ini terjadi maka proses dalam mengkomunikasikan visi dipastikan tidak akan berhasil. Para pengikut akan membaca ketidak yakinan pemimpin tersebut melalui ekspresi dan cara-cara menyampaikannya. Disamping itu pemimpin transformasi juga harus mempunyai kredibilitas yang tinggi, dalam arti mempunyai hard competency dan soft competency yang memadai. Kedua kompetensi ini merupakan kekuatan untuk mempengarui para pengikut dalam proses internalisasi visi organisasi. Hard competency ditunjukkan dengan kemampuan kerja yang memadai, seperti dalam mengidentifikasi dan menganalisis masalah dalam rangka pengambilan keputusan. Sedangkan soft competency ditunjukkan dengan kemampuan dalam pengembangan jejaring kerja (networking). Keberhasilan internalisasi visi juga ditentukan oleh bagaimana cara berkomunikasi. Visi hendaknya dikomunikasikan dengan berbagai cara pada setiap kesempatan. Komunikasi interaktif dengan disediakan sesi tanya jawab yang cukup akan lebih berhasil dari pada komunikasi satu arah. Untuk membantu dalam menjelaskan visi dapat digunakan gambar, slogan, cerita, simbol dan analogi. Pemimpin transformasi harus meyakinkan pengikutnya bahwa visi yang telah ditetapkan merupakan visi yang layak (visible) untuk dicapai, dan juga harus menjelaskan secara rasional hubungan antara strategi-strategi organisasi dengan visi yang telah ditetapkan. Selanjutnya strategi-strartegi tersebut dijabarkan sampai tingkat kegiatan. Untuk menguji tingkat rasionalitas hubungan dari visi sampai dengan kegiatan dapat dilakukan dengan menggunakan “sebab akibat” atau dengan “jika maka”.
Melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) 
     Pemimpin transformasi harus berkata secara jujur dan tidak diperkenankan untuk berpura-pura mengetahui semua permasalahan dan menjawab semua pertanyaan tentang strategi-straegi yang telah disusun untuk mewujudkan visi. Karena keterbatasan tersebut, strategi organisasi hendaknya disusun dengan melibatkan para pemangku kepentingan/pengikut agar diperoleh strategi yang mengakomodasi berbagai aspek. Dengan demikian para pengikut harus didorong untuk mengembangkan pemikiran-pemikiran kreatif dan komprehensif. Masukan ini sangat penting terutama pada waktu terjadi masalah yang kompleks seperti kondisi krisis yang tidak dapat diselesaikan secara struktural.
Menanamkan nilai-nilai organisasi 
     Pemimpin transformasi juga harus mampu menanamkan nilai-nilai yang dianut oleh organisasi sebagai pedoman untuk bertindak dan bekerja dalam rangka mewujudkan tujuan dan visi organisasi. Nilai-nilai organisasi dapat ditetapkan oleh pendiri organisasi (Robbins: 2001) atau disusun bersama oleh pemegang kepentingan. Nilai merupakan pernyatan normatif sebagi pedoman untuk berkerja, seperti nilai pengembangan diri, kejujuran, kebersamaan, dan nilai keadilan. Pemimpin trnsformasional harus mampu mengawal implementasi nilai-nilai tersebut agar secara terus menerus dapat dijadikan pedoman dalam bekerja, misalnya dengan cara memberikan reward seperti promosi jabatan yang diprioritaskan kepada mereka yang mematuhi nilai-nilai dalam bekerja. Misalnya dalam hal mengawal implementasi nilai pengembangan diri, maka kepada mereka yang selalu belajar akan diprioritaskan dalam promosi jabatan. Dan juga dalam rekruitment telah diutamakan mereka yang telah mempunyai minat untuk mengembangkan diri.
Mengembangkan optimisme 
     Kiat berikutnya adalah bahwa pemimpin transformasi harus optimis dan percaya diri dalam bertindak. Rasa percaya diri seorang pemimpin secara otomatis menular, mengalir dan meningkatkan keteguhan hati para pengikut untuk bertindak sehingga akan diperoleh kinerja yang lebih baik. Keteguhan hati dapat membangun rasa optimisme para pengikutnya dan selanjutnya optimisme dapat membuka peluang yang besar untuk mengembangkan potensi diri, sehingga dapat menjadi modal dalam menghadapi situasi yang sulit, sedangkan perasaan pesimisme merupakan penyakit yang dapat membatasi dan menutup diri untuk bertindak, oleh karena pesimisme membelenggu pikiran kita dengan kelemahan dan kesulitan dalam menghadapi masalah. Memang tidak mudah untuk membangun optimisme para pengikut, namun seorang pemimpin transformasi harus mampu untuk berbuat agar para pengikut menjadi optimis. Optimisme dapat dibangun dengan slogan-slogan seperti “saya pasti bisa”.
Memberdayakan pengikut 
     Pemimpin transformasi juga harus mampu memberdayakan para pengikutnya agar mampu bekerja secara kelompok untuk memperoleh hasil yang sinergis. Bukankah pekerjaan pada organisasi merupakan pekerjaan yang sulit (complicate) dan harus diselesaikan secara bersama-sama dengan menggunakan kemampuan dan keterampilan yang berbeda? Untuk itu pemimpin transformasi harus mampu mempromosikan rasa saling menghargai dan menghormati perbedaan, baik perbedaan-perbedaan yang bersifat individual maupun perbedaan tugas dan tanggung jawab dalam organisasi. Perbedaan harus dipandang sebagai suatu kekuatan dan peluang untuk saling melengkapi sehingga menjadi kekuatan yang sinergis. Rasa kebersamaan ini memang harus ditanamkan kepada setiap pegawai pada setiap kesempatan bahkan dalam rekruitmen pegawai harus telah diprioritaskan bagi pegawai yang telah mempunyai kesanggupan kuat untuk bekerja dalam kelompok.

Mengembangkan organisasi
     Kepemimpinan transformasi juga harus mengadakan transformasi organisasi untuk menghadapi perubahan lingkungan, baik perubahan dalam proses bisnis maupun perubahan struktur organisasi. Perubahan tersebut lazim disebut pengembangan organisasi (organizational development). Dalam proses bisnis perlu ditetapkan standar baik standar waktu, kualitas, dan jumlah yang diperlukan untuk menghasilkan suatu produk. Standar-standar tersebut perlu dikomunikasikan kepada seluruh pegawai sebagi pedoman kerja. Sedangkan pengembangan organisasi dapat diartikan sebagai upaya untuk meningkatkan kapabilitas organisasi dalam mencapai visinya. Pengembangan organisasi tidak terbatas pada pengembangan dan memperbesar struktur organisasi, tetapi juga dapat berupa penggabungan unit-unit kerja, penajaman fungsi, dan modernisasi.

Menunjukkan keteladanan 
      Kiat terakhir kepemimpinan transformasi adalah keteladanan. Keteladanan merupakan kiat yang ampuh dalam organisasi. Action speaks loudly than word (Robbins; 2001). Keteladanan dalam perilaku seperti kejujuran, semangat kerja, keberanian, keterbukaan, kebersamaan, dsb. hanya dimiliki oleh pemimpin sejati (the real leader), yaitu pemimpin yang memiliki integritas yang kuat, membela kebanaran, dan menjaga keselarasan atara pikiran, perkataan, dan tindakan berdasarkan kebenaran dan fakta walaupun beresiko, dan tidak takut diberhentikan dari jabatannya.


DAFTAR PUSTAKA


Sunday, May 20, 2018

BAGAIMANA SISTEM INFORMASI MENGUBAH BISNIS

Bagaimana Sistem Informasi Mengubah Bisnis?


Melihat hasil dari pengeluaran setiap hari dengan mengamati bagaimana orang-orang menyelenggarakan kegiatan bisnis. Pada 2012 jumlah telepon tanpa kabel (contoh telepon genggam) lebih banyak daripada jumlah telepon konvensional yang terpasang. Smartphone, pesan singkat, surat elektronik-surel (electronic mail-e-mail), dan konferensi online (pertemuan/konferensi yang melibatkan lebih dari 2 orang dalam satu waktu yang dilakukan dari jarak jauh), semua hal tersebut menjadi perangkat-perangkat penting bagi bisnis.
Sistem informasi dan teknologi sangat penting bagi perusahaan saat ini. Sistem informasi membantu perusahaan dalam mengefisiensikan operasi perusahaan, membantu menciptakan produk dan jasa baru sebagaimana model bisnis yang benar-benar baru pula, memungkinkan manajer menggunakan data terbaru dari pasar untuk pengambilan keputusan serta sistem informasi membantu perusahaan melakukan sesuatu yang lebih baik dari pesaing, harga lebih murah untuk produk unggulan, dan respon yang cepat terhadap pelanggan dan pemasok, semuanya dapat meningkatkan penjualan dan laba yang tidak bisa diikuti oleh pesaing. Oleh Sebab itu, teknologi dan sistem informasi sangat penting dalam dunia bisnis saat ini.

Hal Baru Apa Saja Yang Terdapat Dalam Sistem Informasi?
Sistem manajemen informasi dalam bisnis adalah perubahan di bidang teknologi informasi yang terus berlangsung, manajemen menggunakan teknologi yang berpengaruh dalam kesuksesan bisnis. Terdapat 3 perubahan yang saling berkaitan dalam bidang teknologi :
·         perkembangan platform digital mobile,
·         pertumbuhan organisasi bisnis yang membutuhkan "data besar", dan
·         pertumbuhan "cloud computing”, di mana semakin banyaknya perangkat lunak pendukung bisnis yang hadir di internet.
Kekuatan pertumbuhan cloud computing dan pertumbuhan platform mobile digital memungkinkan organisasi untuk lebih mengandalkan Telework (kinerja jarak jauh), dan memudahkan dalam pengambilan keputusan. Platform disini sama artinya dengan perusahaan dapat mengambil beberapa info atau sumber dari luar perusahaan yang artinya lebih efektif, dan bergantung pada pasar dan bukan karena karyawan untuk menciptakan kualitas produk yang lebih baik. Hal ini juga dapat diartikan bahwa perusahaan dapat berkolaborasi dengan produsen dan konsumen untuk menciptakan produk baru, atau membuat produk yang sudah ada secara lebih mendetail dan efisien.
IPhone, iPad, BlackBerry, dan tablet Android serta smartphone bukanlah sekadar gadget atau gerai hiburan semata. Mereka mewakili perkembangan platform komputer berbasis perangkat yang berasal dari teknologi baru perangkat keras maupun perangkat lunak. Semakin banyak bisnis yang menggunakan komputer beralih dari perangkat komputer personal dan desktop ke perangkat mobile.

Tujuan Bisnis Strategis dari Sistem Informasi
Sistem informasi sangat penting dałam penyelenggaraan kegiatan bisnis sehari hari. Dalam hal pencapaian tujuan bisnis yang terus berkembang antara kemampuan perusahaan dałam menggunakan teknologi, dan kemampuan dałam mengimplementasikan strategi perusahaan, dengan pencapaian tujuan perusahaan. Menjadi produsen barang berkualitas tinggi atau produsen berbiaya rendah, mengembangkan produk baru, serta meningkatkan produktivitas karyawan, sering kali bergantung pada jenis dan kualitas sistem informasi yang tersedia dałam organisasi tersebut. Hampir tidak dapat dibayangkan kondisi seluruh sektor ekonomi tanpa adanya investasi secara khusus di bidang sistem informasi. Tidak akan pernah ada perusahaan-perusahaan e-commerce, seperti Amazon, eBay, Google, dan E*Trade. Begitupula industri, sepertijasa keuangan, asuransi, real estat, biro perjalanan, obat-obatan, pendidikan tidak akan bisa beroperasi tanpa sistem informasi. Sama seperti perusahaan di sektor ritel, seperti Walmart, Sears, dan perusahaan manufaktur seperti General Motors dan General Electric memerlukan teknologi sistem informasi untuk bertahan dan memajukan perusahaannya. 6 tujuan bisnis strategis yang mendorong perusahaan bisnis di bidang sistem informasi, antara lain yaitu:

1.    Kinerja Operasional yang Memuaskan
Perusahaan terus berusaha meningkatkan efisiensi kegiatan operasionalnya dengan tujuan meningkatkan keuntungan perusahaan. Teknologi dan sistem informasi adalah beberapa perangkat penting yang tersedia bagi manajer dalam mencapai efisiensi dan produktivitas dalam kegiatan operasional bisnisnya apalagi jika disertai dengan perubahan gaya manajemen dan penerapan bisnis di lingkungan organisasi.
Contoh: Walmart, peritel terbesar di dunia membuktikan, perpaduan antara kekuatan sistem informasi dengan penerapan kebijakan organisasi yang brilian serta jajaran manajemen yang suportif mampu mewujudkan efisiensi kinerja operasional berkualitas dunia.

2.    Produk, Layanan, dan Model Bisnis Baru
        Teknologi dan sistem informasi merupakan perangkat utama bagi perusahaan untuk menciptakan produk dan layanan baru, hal demikian juga berlaku bagi model bisnis yang masih baru. Model bisnis (business model) dapat diartikan sebagai cara perusahaan dalam memproduksi, mengirim, dan menjual produk ataupun jasa untuk memperoleh keuntungan.

3.    Keakraban dengan Pemasok dan Pelanggan
Ketika bisnis telah memahami dan melayani pelanggannya dengan baik, umumnya pelanggan tersebut akan kembali datang dan berbelanja lebih banyak. Hal ini akan meningkatkan pendapatan dan laba. Demikian juga dengan pemasok: semakin sering bisnis berhubungan dengan pemasoknya, semakin baik input vital yang dapat diberikan oleh pemasok tersebut. Hal ini akan menurunkan biaya.
Contoh: 1. Hotel Mandarin Oriental di Manhattan dan hotel-hotel kelas atas lainnya memperlihatkan contoh dari penggunaan teknologi dan sistem informasi untuk mencapai kedekatan dengan pelanggan.  2. TAL Apparel Ltd di Hong Kong, sebuah perusahaan 'manufaktur yang memproduksi jenis pakaian yang dijual JCPenney di Amerika Serikat tanpa perlu melibatkan proses penggudangan dengan menjalankan operasi melalui model komputer.

4.    Peningkatan Kualitas Pengambilan Keputusan
Banyak pengelola bisnis melakukan kegiatan operasioanalnya menggunakan sumber informasi yang membinggungkan, tidak pernah memperoleh informasi yang tepat, pada waktu yang tepat untuk membuat keputusan yang tepat. Sebagai gantinya, para pengelola bisnis tersebut bergantung pada ramalan, perkiraan, atau lebih parah lagi keberuntungan. Hasilnya adalah produksi barang dan jasa yang terlalu berlebihan atau kekurangan, pengalokasian sumber daya yang tidak tepat sasaran, dan respons yang lamban. Hasil-hasil yang buruk ini meningkatkan biaya dan mengakibatkan hilangnya pelanggan.
Contoh :  Verizon Corporation, salah satu perusahaan telekomunikasi terbesar di Amerika Serikat, menggunakan layar penampil berbasis web digital untuk menyajikan informasi terbaru dan terperinci mengenai keluhan pelanggan.

5.    Peningkatan Daya Saing
Setelah perusahaan meraih satu atau lebih dari tujuan bisnis yang sebelumnya dibahas— keunggulan operasional; produk, layanan, dan model bisnis baru; hubungan dengan pelanggan/pemasok; peningkatan kualitas pengambilan keputusan—saat hal-hal tersebut ada, perusahaan dianggap telah mencapai keunggulan kompetitif. Melakukan sesuatu lebih baik dari pesaing, membayar lebih murah untuk produk lebih bagus, dan respons cepat dan terkini terhadap pelanggan dan pemasok, semuanya dapat meningkatkan penjualan dan laba yang tidak bisa diikuti oleh para pesaing. Apple Inc., Walmart, dan UPS yang akan dibahas lebih lanjut dalam bab ini, adalah pemimpin-pemimpin pangsa pasar industri, karena mereka tahu bagaimana cara menggunakan sistem informasi untuk mencapai tujuannya.

6.    Mempertahankan Eksistensinya
Perusahaan berinvestasi dalam teknologi dan sistem informasi karena perusahaan memang membutuhkannya untuk melakukan bisnis. Kadang kebutuhan ini didorong oleh perubahan dalam industri. Sebagai contoh, setelah pada 1977, Citibank untuk pertama kalinya memperkenalkan anjungan tunai mandiri (ATM) di New York guna menarik pelanggan melalui pelayanan yang lebih baik, pesaingnya di desak untuk menyediakan ATM untuk tetap bisa bersaing dengan Citibank. Saat ini, semua bank di Amerika Serikat seluruhnya memiliki ATM di tiap wilayah mereka dan saling terhubung secara virtual dengan jaringan ATM nasional maupun international, seperti CIRRUS. Penyediaan ATM bagi nasabah adalah kebutuhan mendasar dalam mempertahankan eksistensi bisnis di dunia perbankan.

Peluang dan tantangan dalam globalisasi
Era globalisasi yang ditandai dengan arus komunikasi dan sistem informasi yang begitu dahsyat menuntut para pengambil kebijakan dari segala bidang khususnya informasi manajemen bekerja lebih keras untuk lebih menyempurnakan dan meningkatkan semua sektor yang berhubungan dengan masalah sistem informasi. Sebagaimana dikemukakan oleh Featherston (dalam Lee, 1996), globalisasi menembus batas-batas budaya melalui jangkauan luas perjalanan udara, semaki luasnya komunikasi, dan meningkatnya turis (wisatawan) ke berbagai negara. Jadi apa yang telah terjadi dengan adanya arus globalisasi yang memang terjadi dengan sangat signifikan ini kita sebagai warga negara Indonesia harus bisa mengambil peluang dalam berbisnis melalui  sistem informasi yang dapat menguntungkan, baik itu untuk kebutuhan pribadi maupun dalam kebutuhan berbisnis.


DAFTAR PUSTAKA
Muhammad Rasyidin.2010.Pengertian Strategi Global,
Library Binus.2010.Pengertian Perencanaan Strategis
Suwandi.2010.Model Perusahaan Multi Nasional, Strategi Bisnis Global dan Strategi GIS,